Petitum Permohonan |
- Bahwa Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 telah menambahkan objek Praperadilan pada ketentuan Pasal 109 ayat (1) KUHAP, yaitu SAH ATAU TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA.
- Bahwa penetapan tersangka sebagai salah satu objek untuk mengajukan praperadilan oleh Mahkamah Konstitusi adalah :
- Untuk melindungi setiap warga negara terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga negara yang dapat merugikan hak setiap individu warga negara
- Bentuk pengawasan dan mekanisme kontrol terhadap proses penegakan hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia
- Penyeimbang dalam hal adanya benturan antara hak-hak individu dengan kekuasaan negara.
- Bahwa Penetapan Tersangka sebagai objek pranata Praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seeorang dalam proses pidana agar memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama dihadapan hukum namun dalam hal ini yang terjadi adalah sebaliknya dimana Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka terlebih dahulu, sebelum Termohon melakukan penyidikan untuk menemukan alat bukti dan sebelum terang tindak pidana yang dituduhkan kepada Pemohon.
- Penetapan tersangka yang didasarkan atas 2 (dua) alat bukti, harus didahului dengan pemeriksaan calon tersangka, tujuannya adalah agar tidak terjadi persangkaan yang tidak wajar (Adfire Prejudice).
- Bahwa berdasarkan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 yang mengamanatkan penetapan tersangka dengan 2 (dua) alat bukti sebagaimana yang dipersyaratkan secara limitatif dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu: “keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa”.
- Bahwa Pemeriksaan permohonan praperadilan penetapan tersangka tidak hanya mempersyaratkan kecukupan 2 (dua) alat bukti, akan tetapi juga mempersyaratkan sah tidaknya alat bukti tersebut terkait dengan cara memperolehnya dan relevannya dengan perkara yang sedang di proses.
- Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan, penegakan, pemenuhan serta penghormatan terhadap HAM, dengan menitikberatkan Pada Asas Due Process Of Law yaitu suatu konsep yang pada dasarnya menekankan seluruh temuan-temuan fakta dari suatu kasus yang sedang diselesaikan harus diperoleh melalui prosedur formal yang telah ditetapkan oleh UU, oleh karena itu setiap prosedur adalah penting dan tidak boleh diabaikan dikarenakan Presumption of Innocence (Asas Praduga Tak Bersalah) merupakan tulang punggung dari konsep ini yang didasarkan pada The Concept Of Primacy Of The Individual And Complementary Concept Og Limitation On Official Power atau individu berpotensi menemukan tersangkanya, akan tetapi prosedur ini tidak dilaksanakan dengan baik.
- Bahwa ketika tindakan aparat penegak hukum mencederai hak konstitusional warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan hak konstitusional atas Due Process Of Law sebagaimana diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
- Bahwa Untuk menetapkan seorang sebagai Tersangka harus terdapat minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana amanat putusan MK, dan tanpa 2 (dua) alat bukti maka hukum akan menjadi tidak pasti dan juga membingungkan penyidik dan bahkan sangat mungkin dengan kebingungan yang ada dapat menimbulkan tindakan sewenang-wenang seperti halnya yang terjadi dan dialami oleh diri Pemohon.
- Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam Pasal 77 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan Horizontal, sehingga esensi dari pada Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai kentetuan Undang-Undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
Pasal 17 dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasai Manusia bahwa :
“Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hokum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”
- Negara Repubik Indonesia pun telah meratifikasi International Convenant On Civil and Political Right (mengesahkan tentang Janji Tunggal/ kesepakatan Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Sipil dan Hak Politik warga negara) atau disingkat ICCPR melalui UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengukuhan hak-Hak Asasi Manusia.
- Dalam hal ini negara telah berjanji untuk memberikan jaminan dan perlindungan untuk pemulihan terhadap seseorang yang hak-haknya telah dilanggar oleh karena pelaksanaan tugas aparat/ penegak hukum yaitu seperti disebutkan dalam beberapa Pasal antara lain seperti dibawah ini (terjemahan) :
Pasal 2.3 :
Setiap Negara Pihak pada Konvenan ini berjanji :
“Menjamin bahwa setiap orang yang hak-haknya atau kebebasannya diakui dalam Konvenan ini dilanggar, akan memperoleh upaya pemulihan yang efektif walaupun pelanggaran tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi;
Menjamin bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan tersebut harus ditentukan hak-haknya itu oleh lembaga peradilan, administrasi atau legislative yang berwenang atau oleh lembaga berwenang lainnya yang diatur oleh sistim negara tersebut dan untuk mengembangkan segala kemungkinan upaya penyelesaian peradilan”
Kemudian dipertegas pada Pasal berikutnya yaitu :
Pasal 14.3a :
“Dalam penentuan suatu tindak kejahatan, setiap orang berhak atas jaminan-jaminan minimal dibawah ini secara penuh yaitu :untuk diberitahukan secepatnya dan terinci dalam Bahasa yang dimenegerti tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan terhadapnya”
Selanjutnya UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1) pun telah menegaskan bahwa :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
- FAKTA HUKUM
- Bahwa kejadian terjadi pada hari Selasa tanggal 16 Juli 2024 sekitar jam 23.00 WIB di tepi jalan Dusun Pamotan RT.003 RW.005 Desa Pamotan Kecamatan Dampit Kabupaten Malang;
- Bahwa kronologi awalnya Sdr. Dirga sehabis melihat kesenian bantengan di Dusun Pamotan RT.003 RW.005 Desa Pamotan Kecamatan Dampit, kemudian dari arah selatan berjalan Sdr. Bima, lalu di depan toko Sdr. Bima bilang kepada Sdr. Feri “golonganmu kok urakan ngunu” (kelompok kamu kok kampungan gitu) namun tidak ditanggapi oleh Sdr. Feri dan Sdr. Bima berjalan menuju ke utara. Berselang 3 menit kemudian datang Sdr. Bima dari utara dan langsung dihampiri oleh Sdr. Dirga, lalu Sdr. Dirga bertanya “ngomong opo awakmu mau nang Feri” (bilang apa kamu tadi ke Feri) dan saat itu Sdr. Bima langsung menendang perut Sdr. Dirga sebanyak 1 kali dan melihat hal tersebut Sdr. Bima langsung dilerai oleh beberapa orang yang berada di lokasi tersebut, kemudian ada beberapa orang yang menghampiri Sdr. Bima di depan toko sepertinya terjadi ramai – ramai lagi namun Sdr. Dirga tidak mengetahui diapakan Sdr. Bima disitu dan Sdr. Dirga juga tidak tau siapa saja orang yang berdiri disitu. Kemudian ada seseorang memegangi Sdr. Dirga agar masalah tidak berkepanjangan, namun saat Sdr. Bima dibawa oleh Sdr. Feri ke arah utara Sdr. Dirga berhasil melarikan diri dari pegangan seseorang tadi untuk menghampiri Sdr. Bima dan disaat itu Sdr. Dirga langsung memukul Sdr. Bima sebanyak 1 kali yang mengenai wajahnya hingga membuat Sdr. Bima terjatuh, kemudian Sdr. Dirga dilerai. Sesampainya di utara Sdr. Dirga diam di depan rumah salah satu warga dengan tujuan menunggu apa maksud perlakuan Sdr. Bima kepada Dirga tadi. Tak berselang lama datang 4 orang diantaranya Sdr. Bima, Sdr. Mariyanto dan 2 orang yang saya tidak ketahui namanya datang menghampiri Sdr. Dirga, kemudian Sdr. Mariyanto menjelaskan kepada Sdr. Dirga bahwa Sdr. Dirga dan Sdr. Bima ini masih saudara dan permasalaahan tadi hanya salah paham. Tiba – tiba salah satu orang yang tidak dikenal oleh Sdr. Dirga memukul Sdr. Dirga sebanyak 3 kali dengan menggunakan tangan kosong yang mengenai kepala Sdr. Dirga, kemudian orang tersebut dilerai untuk diajak minggir, lalu Sdr. Bima mengeluarkan 1 buah palu yang disembunyikan di dalam bajunya, lalu dengan 1 buah palu tersebut Sdr. Bima mengancam ke teman-teman Sdr. Dirga dengan kata “tak petil loh” (saya pukul loh). Kemudian Sdr. Mariyanto menjelaskan kepada Sdr. Dirga bahwa semua ini adalah saudara dan waktu itu Sdr. Dirga menjawab tidak tahu, kemudian Sdr. Mariyanto menyuruh Sdr. Dirga untuk bersalam dengan Sdr. Bima dan akhirnya Sdr. Dirga dengan Sdr. Bima berjabat tangan;
- Bahwa pada tanggal 25 Juli 2024 Sdr. Dirga dipanggil oleh Polsek Dampit untuk dimintai keterangan dengan Nomor Surat : B/234/VII/RES.1.6/2024/Polsek;
- Bahwa pada tanggal 10 September 2024 Sdr. Dirga dipanggil oleh Polsek Dampit untuk diberitahukan dimulainya penyidikan tentang dugaan TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN terhadap pelapor dengan Nomor Surat: SPDP/18/IX/RES.1.6./2024/Polsek;
- Bahwa pada tanggal 11 September 2024 Sdr. Dirga mendapatkan surat panggilan dengan nomor surat : S.Pgl/24/IX/RES.1.6/2024/Polsek dari Polsek Dampit untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 351 KUHP;
- Bahwa pada tanggal 31 Oktober 2024 Sdr. Dirga mendapat surat dengan nomor : B/349/RES.1.6/2024/Polsek dari Polsek Dampit tentang pemberitahuan penetapan tersangka dalam padal 351 KUHP;
- Bahwa Oknum Kepolisian Polsek Dampit tersebut ketika melakukan PENETAPAN TERSANGKA terhadap Pemohon, dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak Humanis :
- TIDAK MEMBERIKAN BUKTI YANG CUKUP KUAT
- TIDAK MEMBERIKAN PASAL YANG SESUAI DENGAN KEJADIAN
- Bahwa ketentuan Pasal 109 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, telah dilakukan Uji Materil oleh Mahkamah Konstitusi RI yang menyatakan bahwa pemberian SPDP tidak hanya diwajibkan terhadap Jaksa Penuntut Umum akan tetapi juga wajib diberikan terhadap Terlapor dan Korban/ Pelapor;
- ANALISIS YURIDIS & PETITUM
- Bahwa tindakan kesewenang-wenangan dan tindakan Kriminalisasi yang dilakukan oleh Para Termohon, jelas-jelas telah melanggar Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku, antara lain :
- UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
- UU No.2 Tahun 2002 Tentang POLRI
- PERKAP No.2 Tahun 2002 Tentang WASKAT POLRI
- PERPOL No. 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik dan Profesi
- PERMOHONAN
- Bahwa atas perbuatan para Termohon tersebut, Pemohon mengalami kerugian Materil dan Inmateril karena Pemohon telah kehilangan pendapatan dan malu di mata masyarakat karena telah menjatuhkan nama baik dan harga diri Pemohon. Untuk itu sudah tepat apabila Hakim Yang Mulia berkenan menetapkan adanya pemberian Kompensasi kerugian terhadap Pemohon sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah) secara tanggung renteng dibebankan kepada Termohon I, Termohon II, Termohon III dan Termohon IV serta merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat dan hak-hak Pemohon seperti semula;
- Bahwa Untuk itu dengan permohonan Praperadilan ini, mohon Kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Malang, melalui Hakim Yang Mulia yang memeriksa dan memutus permohonan ini kiranya berkenan memberikan putusan dengan Amar sebagai berikut :
- Menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
- Menyatakan tindakan Termohon Tidak Sah dan Tidak mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Penetapan Status Tersangka terhadap Surat Ketetapan Nomor : B/349/RES.1.6/2024/Polsek tanggal 31 Oktober 2024 dengan dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 351 KUHP oleh Polsek Dampit;
- Membebaskan Pemohon PraPeradilan dari segala Tuntutan dan Hukuman ;
- Memulihkan Hak-hak Pemohon Praperdilan dalam kemampuan kedudukan dan harkat martabatnya;
- Menetapkan memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Pemohon (SP3) ;
- Memerintahkan kepada Termohon I, Termohon II, Termohon III dan Termohon IV menanggung secara tanggung renteng yaitu membayar Kompensasi kerugian kepada Pemohon setelah putusan dibacakan, sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta rupiah);
- Menetapkan mengembalikan nama baik Pemohon serta merehabilitasi hak-hak Pemohon sebagaimana semula;
- Membebankan biaya perkara ini kepada Termohon.
ATAU :
Apabila Hakim yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et bono).
Demikian permohonan kami, atas kebijaksanaan Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen/ Hakim pemeriksa perkara a quo, kami mengucapkan terima kasih. |